Jumat, 04 April 2008

When Love Can't Trust

Bolehkah kali ini kupinta sedikit waktumu Cinta? Sedikit waktu untuk sekedar mendengarkanku. Tak akan lama. Hanya sebentaaa...r saja. Agar apa yang selama ini bergemuruh di dalam hati bisa lenyap usai kusampaikan kepadamu. Sudah lama aku menunggu. Berharap kau yang memulai atas apa yang ingin kuceritakan kali ini. Tapi kau hanya terus mendiam. Sementara aku terus saja menunggu. Menunggu pertukaran rasa ada diantara kita. Lebih baik aku sendiri saja yang memulai. Walau lewat khayal. Khawatir harap ini tak kunjung usai.


Ku khayalkan kini kau berada di depanku. Duduk menghadapku dan siap mendengar curahan hatiku. Kuawali padamu dengan sebuah tanya.


"Kau percaya cinta itu ada, Cinta?"
"Tentu," pasti itu adalah jawabmu. "Cinta itu ada dan aku percaya adanya,"
"Bila memang cinta itu ada dan kau percaya adanya, lalu mengapa aku tak melihatnya?"
Kau pun melanjutkan kalimatmu atas tanyaku, "Cinta itu adalah rasa. Bukan benda nyata yang tertangkap oleh mata. Rasanya ada disini, di dalam hati."


Ragu akan jawabmu, ku kembali bertanya padamu, "Apakah kau bisa mencinta, Cinta?"
"Ya, pasti aku bisa mencinta. Karena aku manusia berhati dan berasa."
"Lalu, apakah kau mencintaiku?"
"Ya, aku mencintaimu."
Ku akhiri tanyaku padamu dengan satu tanya, "Bila kau memang percaya adanya cinta dan bisa mencinta, mengapa aku tak bisa merasakannya?"


Cinta, kau adalah orang kesekian yang berkata mencintaiku. Tapi tetap saja, aku tak bisa melihat adanya cinta dan cinta-cinta sebelummu. Bahkan hanya sekedar merasakan saja sepertinya mustahil. Letih hati memahami apa yang kurasa kali ini. Cukupkah cinta dengan sebuah rasa? Atau sebenarnya ia butuh upaya?


Hampir saja aku tak percaya adanya cinta. Mereka justru menghancurkanku melalui kata-kata cinta yang mereka lontarkan dan teriakkan. Lahan-lahanku mereka gadaikan, hutanku mereka bakar, lautku mereka rusak, dan pulau indahku mereka berikan begitu saja kepada orang-orang yang tak mencintaiku. Jika kau mencintaiku, mengapa kau tidak memperjuangkan cinta untukku. Mempertahankan segala yang ada demi cinta padaku. Kau dan mereka seolah lebih mempercayai orang lain dibanding mempercayai orang-orang negriku. Orang lain yang jelas-jelas tak menaruh hati padaku, mencintaiku. Kau dan mereka lebih mempercayai apa yang orang lain kata tanpa mencoba untuk berhenti dan mendengar suara itu. Kata hatimu. Ataukah memang hati itu kini telah berhenti berbicara padamu? Atau malah kau tak lagi percaya apa kata hatimu?


Kecurigaan yang ditimbulkan oleh ketidakpercayaan ini sungguh melahirkan kekuatan besar. Kekuatan yang membuatku tak berdaya melihat keributan, pertengkaran, bahkan pertumpahan darah yang terjadi di tanahku sendiri. Cinta, bagiku... ketika cinta tak mampu percaya, maka cinta tinggal menunggu untuk binasa.


Aku tak punya pilihan lain selain berbicara padamu. Bukan meminta, tapi hanya sekedar berbicara. Pernahkah kau mencoba untuk memahami apa yang kurasa? Cinta adalah jalinan 2 hati. Cinta bukan interaksi 1 arah dimana kau terus menuntutku untuk mengerti dirimu. Untuk ikut merasa apa yang kau rasa. Selama ini aku terus berusaha memahamimu, menolongmu. Menggadaikan diriku sendiri untuk membantu kesulitan ekonomimu, krisis moneter yang tak mampu kau sudahi, dan persaingan global yang makin membuatmu kerut. Tapi kau terus saja menuntutku seolah semua ini salahku. Dan benar selalu ada di pihakmu. Ingin rasanya kulontarkan tanya, salah siapa semua ini terjadi, salahku atau salahmu? Tapi aku tak ingin mempermasalahkan perbuatan yang telah lalu. Sekali lagi, aku tak ingin mempermasalahkan itu.


Khayalku terhenti. Realita di depan mata. Cinta itu tetap saja tak kurasa walaupun mungkin ia ada. Lama rasanya aku menunggu kalimat itu kau sampaikan padaku. "Aku cinta bangsa ini. Tunggu, aku akan mengupayakan cinta ini untukmu. Agar kau tak kian terpuruk, negeriku.." Andai ada satu cara untuk membuatmu melakukan itu, pasti akan kulakukan. Karena aku masih mempercayaimu, Cinta. Percaya bahwa kau akan mengupayakan cintamu padaku lewat upaya nyata. Walau bukan suatu upaya yang besar, aku akan tetap menghargainya. Saat ini bukan mereka yang kubutuhkan. Negeri ini butuh kau. Anak-anak bangsaku. Bangsa ini butuh kepercayaan diantara kita. Perbedaan itu fitrah, bukan sesuatu hal yang tabu dan harus diselesaikan lewat penyamaan. Tanpa kepercayaan permasalahan diantara kita tak akan kunjung usai. Jangan biarkan cintaku tak lagi mempercayai cintamu, agar cintaku tak tinggal menunggu waktu untuk binasa.


"curahan hati ibu pertiwi tentang cinta dan kepercayaan"


=otokritik atas krisis kepercayaan di dalam negeriku=
daftar pustaka : QS 49:13


050707_03:36




::: taken from www.nurfita.blogs.friendster.com/ 5 Juli 2007 :::

Tidak ada komentar: